BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Orkestrasi puisi
Orkestrasi puisi adalah
bunyi musik dalam puisi, pada dasarnya aspek orkestrasi merupakan salah satu
unsur yang dapat di manfaatkan untuk memperdalam arti, memperjelas tanggapan,
memperdalam perasaan, dan merangsang tumbuhnya respon psikologis yang
menimbulkan rasa dan suasana tertentu. Potensi demikian oleh para penyair
aliran romantis, yang timbul sekitar abad kedelapan belas di Eropa Barat,
digunakan dalam membangun sebuah puisi, yaitu lebih mengutamakan simbol bunyi daripada
makna katanya (Slametmuljana, 1956:56).
Aliran
simbolis yang dipelopori oleh Charles Boudelaire muncul sekitar abad kesembilan
belas (1821 - 1896). Salah seorang pengikut aliran simbolis, Paul Verlaine
(1844 - 1896) mengungkapkan bahwa musiklah yang paling utama dalam puisi. Penyair-penyair
beraliran romantis dan simbolis selalu berusaha membangun puisi yang mendekati
musik, yaitu puisi yang merdu bunyinya dan berirama kuat. Mereka mengubah kata
menjadi gaya suara.
Dengan demikian, jelaslah sudah bahwa orkestrasi puisi ialah susunan
bunyi yang indah, dan dapat menimbulkan rasa, bayangan yang jelas, serta
suasana khusus tertentu, meskipun demikian orkestrasi puisi tetap berbeda
dengan musik, sebab bunyi kata tidak
sanggup menjilmakan perasaan girang, sedih, gundah, murung sekuat musik.
Bunyi kata hanya dapat di gunakan untuk memberi sugesti tentang suasana riang
dan sedih bunyi kata lepas dari artinya tidak dapat memberikan suasana sedih
dan gembira seperti suara musik
2.2 Kiasan bunyi dan rima
Bunyi
yang di hasilkan oleh alat ucap manusia, dalam puisi di manfaatkan untuk
peniruan bunyi onomatope, lambang bunyi (klanksymboliek) dan kiasan bunyi (klankmetaphor).
2.2.1
Onomatope
Onomatope
berarti tiruan terhadap bunyi-bunyi yang ada (Waluyo, 1991:90). Dalam puisi peniru
bunyi memberikan saran tentang suara sebenarnya (Pradopo, 1987:32). Di samping
itu onomatope di pilih oleh penyair dengan harapan dapat memberikan warna
suasana tertentu seperti yang diharapkan penyair. Efek yang dihasilkan
onomatope akan kuat terutama jika puisi
tersebut dioralkan (waluyo, 1991:90)
2.2.2
Lambang
bunyi
Lambang bunyi ialah
bunyi yang di hubungkan dengan suasana hati (Slametmuljana, 1956:72). Bunyi yang melambangkan
sesuatu ini disebut klanksymboliek. Suasana hati yang riang, senang dilukiskan
dengan bunyi vokal i, a-i, u-i, bunyi konsonan k, p,t, s dan f, sedang diftong
ai, au dan ia melambangkan suasana hati yang damai.
Konsonan
b, d, g, z, v, w terasa berat , sedang bunyi vokal a, o, dan u terasa berat dan
rendah , melambangkan perasaan sedih, gundah, murung, dan sebagainya. Di
samping itu bait-bait puisi yang mengandung bunyi i yang dominan, menurut
Pradopo (1987:34) memberikan suasana girang, kasih, ataupun kesucian. Demikian
juga dengan bunyi a dan u yang dominan memberi kesan suasana berat dan sedih.
2.2.3
Kiasan
bunyi dan rima
Kiasan bunyi adalah adalah
suasana tertentu yang di kiaskan dengan bunyi-bunyi tertentu atau bunyi-bunyi
yang mirip dengan bunyi tiruan (onomatope). Jika dalam onomatope dan lambang
bunyi, antara bunyi dan acuannya memiliki hubungan yang mengacu secara
langsung, pada kiasan bunyi, bunyi yang memiliki acuan langsung tersebut dikiaskan
dengan bunyi lain yang mirip dengan
bunyi tersebut untuk menggambarkan acuan yang sama. Pendek kata, pada kiasan
bunyi, antara bunyi dan acuannya tidak memiliki hubungan langsung. Bentuk rima yang sering digunakan oleh
penyair dalam membangun puisi ada bermacam-macam, yaitu aliterasi, asonansi,
rima akhir dan sebagainya berikut akan di jelaskan;
1. Aliterasi
Aliterasi ialah
pengulangan bunyi-bunyi konsonan dari kata-kata yang berurutan. Aliterasi berfungsi
mendekatkan kata-kata lepas dari hubungan semantik biasa (van luxamberg,
1989:196). Selain itu, aliterasi menekankan struktur ritmik sebuah larik dan
memberi tekanan tambahan pada kata-kata yang bersangkutan.
2. Asonansi
Asonansi ialah
pengulangan bunyi vokal dalam kata. Asonansi bersama-sama dengan aliterasi
sering dipergunakan dalam lambang bunyi dan digunakan untuk menimbulkan kesan
dan bayangan tertentu, selain untuk kepentingan orkestrasi dan memperlancar
ucapan.
3. Rima
akhir
Rima akhir ialah
persamaan bunyi yang terdapat pada setiap akhir baris. Rima akhir ini dalam
pengertian lama disebut sebagai sajak. Rima akhir akan memiliki nilai puitis
jika di dalamnya memiliki daya yang kuat untuk menimbulkan pengertian atau
suasana tertentu dan hakikat puisi.
Sebuah teks puisi
biasanya dibagi menurut bait-bait dengan jumlah bait yang tetap. Fungsi bait ialah
membagi teks atas “bab-bab” pendek. Persamaan bunyi pada akhir setiap baris
yang memola pada setiap bait membantu mempertegas atau memperkuat susunan
tematik sebuah puisi di samping berfungsi untuk menghubungkan antara baris satu
dengan baris lainya dalam satu bait.
2.3 Irama puisi
Dalam puisi, selaim
masalah orkestrasi puisi, kiasan bunyi, dan rima, masalah lain yang tak kalah
pentingnya dengan masalah-masalah yang telah di bicarakan sebelumnya, terutama
yang menyangkut masalah bunyi, yaitu irama. Sebetulnya irama dalam puisi hampir
sama dengan irama dalam musik, karena keduanya di tentukan oleh ukuran waktu
atau tempo. Perbedaannya, jika dalam musik ukuran tempo itu betul-betul bisa
mandiri, dalam puisi ukuran tempo tergantung dari banyaknya bunyi suku katabaik
pada kata, frase, maupun kalimat dalam setiap baris.
Secara umum, irama
sering disamakan dengan rhytm (inggris), rhytme (perancis),
kata tersebut berasal dari bahasa Yunani reo, yang berarti gerakan air yang
mengalir secara teratur, terus menerus, tidak putus-putus (Pradopo, 1987: 40).
Dalam KBBI (1990:38), irama diartikan sebagai alunan yang terjadi karena
perulangan dan pergantian kesatuan bunyi dalam arus panjang pendek bunyi. Jadi,
dapat kita ketahui bahwa irama memiliki perulangan bunyi, pergantian kesatuan
bunyi dalam arus panjang pendek, dan memiliki keteraturan. Ketiga ciri tersebut
pada akhirnya membentuk alunan merdu, imdah, enak didengar dan menimbulkan
suasana tertentu.
Menurut pradopo
(1990:40) ada dua macam bentuk irama, yaitu ritme dan metrum. Ritme adalah
pengulangan bunyi baik pada kata, frase, maupun kalimat yang teratur, terus
menerus, dan tidak putus-putus, bagaikan air yang mengalir terus menerus. Ritme
di bentuk dengan cara mempertentangkan
atau mengganti bunyi tinggi-rendah, panjanag-pendek, keras-lemah