MAKNA
LEKSIKAL DAN GRAMATIKAL BAHASA MELAYU RIAU DALAM NOVEL BULANG CAYAHA KARYA RIDA K LIAMSI
Latar Belakang
Untuk mengembangkan dan memperkaya
perbendaharaan bahasa Indonesia serta khasanah kebudayaan nasional sebagai
salah satu sarana identitas nasional diperlukan pembinaan dan pengembangan
bahasa daerah. Salah satu bahasa daerah yang juga sebagai kekayaan dan
kebanggaan bangsa Indonesia adalah bahasa Melayu.
Bahasa Melayu menjadi alat
komunikasi dalam kehidupan sehari-hari, bukan saja di gunakan oleh masyarakat Riau,
melainkan juga digunakan oleh masyarakat lainnya di luar Riau. Bahasa melayu juga menjadi bahan pertimbangan
untuk di jadikan sebagai bahasa persatuan di negeri ini. Hal ini dibuktikan
dengan dirumuskannya bahasa Melayu dalam kongres yang di adakan di Medan. Hasil
kongres tersebut mengakui bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Seperti
yang diungkapkan oleh Halim Berikut ini:
Kongres
bahasa indonesia 1954 di Medan yang mengakui bahwa bahasa Indonesia tumbuh dan
berkembang dari bahasa Melayu dan bahwa didalam pertumbuhan dan perkembangannya
itu bahasa Indonesia telah diperkaya oleh bahasa-bahasa lain, terutama bahasa-bahasa
daerah yang terdapat di Indonesia merupakan langkah maju yang berdasarkan
kenyataan (1984: 16).
Hasil kongres tersebut menetapkan
bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan atau bahasa nasional dalam kehidupan
berkomunikasi sehari-hari.
Telah disebutkan dalam kongres di
Medan bahwa bahasa melayu adalah cikal bakal bahasa Indonesia. Hal ini
disebabkan bahwa bahasa Melayu adalah bahasa yang menjadi perhubungan atau lingua franca. Letak geografis yang menjadi saluran perhubungan dan
perdagangan terpenting antara barat dan timur di Asia Tenggara. Masyarakat Melayu
yang suka merantau pun menjadi penyebab bahasa ini menyebar dengan cepat. Selain
itu, bahasa Melayu tidak mengenal perbedaan bentuk yang disebabkan oleh adanya
perbedaan strata sosial seperti bahasa daerah lain (contoh: bahasa Jawa yang
mengenal tingkatan halus dan kasar) menjadikan bahasa ini dapat diterima oleh
masyarakat luas kemudian mampu mengangkat bahasa Melayu menjadi asal bahasa Indonesia.
Untuk memperkuat pernyataan di atas
Badudu mengungkapkan dalam tulisannya.
Mengapa
bahasa melayu (BM) itu diubah namanya menjadi bahasa Indonesia? Jawabnya ialah
karena bahasa Melayu, dengan nama Melayunya itu menonjolkan salah satu etnik ( yang
di Indonesia di sebut suku bangsa), sedangkan pada saat perjuangan untuk
mencapai kemerdekaan itu segala usaha diadakan untuk mencapai suatu persatuan. Mengapa
pula BM yang dipilih untuk dijadikan bahasa persatuan, sedangkan jumlah
pemakaiannya tidak besar dibandingkan dengan bahasa lain seperti bahasa Jawa
atau bahasa Sunda. BM telah menjadi semacam lingua
franca di nusantara dan di pakai sebagai bahasa penghubung antara etnik
yang ada. Faktor penunjang lain yang dapat kita sebutkan ialah (1)
fonem-fonemnya yang mudah di ungkapkan (2) strukturnya yang sederhana dan luwes
(3) tidak adanya perbedaan bentuk yang disebabkan oleh perbedaan strata sosial
pemakai seperti undak-usuk dalam budaya Jawa dan (4) faktor psikologis yang segera ingin
menciptakan persatuan di antara berbagai etnik sehingga perjuangan untuk
mencapai cita-cita dapat segera dilanjutkan (1996:11).
Pertumbuhan dan perkembangan bahasa
Melayu menjadi bahasa Indonesia begitu besar. Pertumbuhan bahasa Indonesia
dewasa ini telah diperkaya dengan menyerap berbagai unsur bahasa, baik itu
bahasa daerah maupun bahasa asing. Maka tidaklah heran, pertumbuhan dan
perkembangan bahasa Indonesia mengalami berbagai masalah. Hamidy (2004: 130)
mengatakan bahwa ini terjadi karena pola-pola bahasa asing dan daerah itu, oleh
pemakai bahasa Indonesia dimasukkan begitu saja, tanpa usul periksa untuk
disesuaikan dengan sistem Indonesia. Mestinya, pemeliharaan sistem Melayu harus
tetap dominan dalam bahasa Indonesia
Hamidy juga mengatakan
dalam salah satu bukunya yaitu:
Sejarah
perjalan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia diterangkan dari tiga sisi,
yakni sejarah, politik, dan ilmu pengetahuan, dari sisi sejarah, bahasa melayu
telah terpakai sejak zaman sriwijaya abad ke-7 masehi. Di sisi politik, dimulai
dengan kedatangan bangsa barat. Bahasa Melayu telah menjadi bahasa yang
dominan, naik pada pusat kerajaan maupun pada pusat di pesisir pantai. Hal ini
menyebabkan mereka harus menguasai dan membiarkan masyarakat menggunakan bahasa
Melayu sebagai alat komunikasi. Dengan menguasai bahasa Melayu mereka dapat
berhubungan dengan berbagai suku di kepulauan nusantara. Di sisi ilmu pengetahuan
kamus-kamus bahasa Melayu telah ditemukan sejak tahun 1521 (2004:120-122).
Dengan terjadinya pergaulan orang Melayu
dengan orang-orang selain Melayu sepanjang masa, maka dikenal dengan adanya
bahasa pekan atau bahasa pasar dan berpengaruh terhadap bahasa Melayu dalam
wilayahnya sendiri. Pengaruh ini akan lebih besar lagi apabila tidak ada orang
Melayu yang pandai menulis. Spat mendukung pernyataan ini dengan mengungkapkan:
Maka
terciptalah bahasa Melayu kesusastraan yang walau tidak bebas dengan pengaruh
asing, mampu juga menjaga bahasa terhadap kerusakan. Bila bahasa sehari-hari
begitu mudah menyesuaikan diri dengan yang disebut Melayu rendah, yang
digunakan orang asing, begitu keras pula bahasa Melayu kesusastraan yang sudah
mendapat bentuk tetap, menantang setiap bentuk perubahan sehingga selama
beberapa abad tetap sama. Bahasa Melayu kesusastraan ini digunakan dalam
berbagai karya sastra baik prosa maupun puisi, baik karya sastra asli maupun
saduran karya asing (1989:7-8)
Riau yang dahulunya merupakan salah
satu kerajaan Melayu yang ada di nusantara, memiliki banyak pengarang yang tetap
mempertahankan bahasa Melayu Riau tersebut. Agar mendapat bentuk tetap melalui
karya-karya sastranya. Rida K Liamsi adalah seorang di antara sastrawan Riau
yang memperkuat bahasa Melayu melalui tulisan-tulisannya.
Salah satu karya yang dihasilkan
oleh beliau adalah novel Bulang Cahaya.
Novel Bulang Cahaya ini merupakan
novel yang berkisah tentang percintaan dua insan yaitu Raja Djafar (anak
bangsawan Bugis-Melayu) dengan Tengku Buntat (anak bangsawan Melayu), dengan
memanfaatkan peristiwa sejarah sebagai latar cerita, tepatnya sejarah kerajaan Riau-Lingga.
Oleh karena itulah novel ini memuat narasi yang berciri khas Melayu. Bulang cahaya merupakan karya Rida K
Liamsi yang pertama dalam bentuk novel dan banyak dibicarakan oleh para peneliti
sastra dan budayawan Riau.
Pemeliharaan bahasa Melayu yang
dilakukan oleh Rida K Liamsi dan juga budayawan lainnya akan nampak berarti
jika kita mengenal dan mengetahui bahasa Melayu pada masa lampau. Salah satu
sumber bacaan yang dapat dijadikan referensi adalah novel Bulang Cahaya ini, isi yang terkandung dalam novel ini sangat
penting untuk diketahui oleh masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Melayu,
karena meskipun novel ini merupakan karya fiksi, tetapi novel ini menggambarkan
sejarah penting dalam perkembangan bangsa Melayu. Penulis novel sendiri juga
membaca beberapa sumber sejarah kerjaan Riau-Lingga sebagai bahan risetnya
dalam penulisan novel ini.
Seperti
yang telah penulis jabarkan sebelumnya, novel Bulang Cahaya telah
diteliti oleh beberapa peneliti sastra untuk beberapa tujuan. Namun penelitian
mengenai semantik yang terdapat dalam novel ini sepengetahuan penulis belum
pernah dilakukan. Peneliti tertarik meneliti novel ini dikarenakan novel Bulang Cahaya adalah salah satu karya
Rida K Liamsi yang banyak dibicarakan oleh budayawan Riau.
Di
samping itu, narasi dalam novel ini yang berciri khas Melayu tersebut
menimbulkan semacam kendala bagi penulis khususnya, pembaca novel ini pada
umunya, apalagi mereka yang tidak begitu akrab dengan dunia Melayu dalam
menikmati fase demi fase cerita dalam novel ini. Kendala tersebut yaitu adanya
kosa kata bahasa Melayu Riau yang merupakan narasi novel ini yang tidak
diketahui makna atau artinya.
Sejalan
dengan pertumbuhsan dan perkembangan bahasa Melayu, maka makna bahasa Melayu
Riau dalam novel Bulang Cahaya inipun
menjadi berbeda dengan makna bahsa Melayu yang kita kenal saat ini.
Pemahaman
mengenai ilmu bahsa khususnya semantik dapat kita mengenal makna atau arti kosa
kata bahasa Melayu pada masa lampau, hal ini dikarenakan makna atau arti kata
bahasa Melayu pada masa lampau telah mengalami pertubahan saat ini. Misalnya
pemakaian kosa kata, ada yang tetap hidup ada juga yang telah mati. Maksudnya
adalah kosa kata tersebut ada yang masih tetap dipakai dan ada pula yang telah
ditinggalkan begitu saja. Misalnya kata yang kita jumpai dalam novel tersebut
yaitu gelegar. Makna kata gelegar
dalam novel tersebut tak lagi sama maknanya dengan yang kita ketahui sekarang
ini. Maknanya telah mengalami perubaha. Perubahan ini sebenarnya dirasa perlu
demi perkembangan dan kemajuan. Namun perubahan ini terus harus berlandaskan
sistem bahasa Melayu sebagai ibu bahasa Indonesia.
Penelitian
ini juga dimaksudkan sebagai salah satu bentuk pendokumentasian budaya Melayu
khususnya bahasa Melayu Riau sebagai salah unsur budaya bangsa sehingga dapat
dipahami dan dihargai oleh semua lapisan masyarakat, tidak hanya masyarakat
melayu saja.
Berdasarkan
latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Makna Leksikal dan Gramatikal Bahasa Melayu Riau dalam
Novel Bulang Cahaya karya Rida K
Liamsi.
PERMASALAHAN
Permasalahan
secara umum adalah semantik bahsa Melayu Riau yang terdapat dalam novel Bulang Cahaya karya Rida K Liamsi.
Apakah makna kosa kata bahasa Melayu Riau yang terdapat dalam novel Bulang Cahaya? Apakah makna leksikal
kosa kata bahasa Melayu Riau yang terdapat dalam novel ini? Apakah makna
gramatikal kosa kata bahasa Melayu Riau yang terdapat dalam novel Bulang Cahaya ini?
TUJUAN PENELITIAN
Sesuai dengan permasalahan di atas
maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk
mengetahui makna leksikal kosa kata bahasa Melayu Riau dalam novel Bulang Cahaya karya Rida K Liamsi.
2. Untuk mengetahui makna gramatikal kosa kata
bahasa Melayu Riau dalam novel Bulang
Cahaya karya Rida K Liamsi.
TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Tenik
pengumpulan data yang penulis lakukan
dalam melaksanakan penelitian adalah teknik dokumentasi. Data yang diperolah
adalah data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti yaitu hal-hal yang
berkaitan dengan unsur-unsur semantik, yaitu makna leksikal dan makna
gramatikal kosa kata bahasa Melayu Riau yang terdapat dalam novel Bulang Cahaya karya Rida K Liamsi.
ANALAISIS DATA
Untuk
memperoleh hasil penelitian, kita harus menganalisis data penelitian terlebih
dahulu. Proses analisis data yang penulis lakukan dilaksanakan dengan
langkah-langkah berikut:
1. Membaca
dan menemukan kosa kata bahasa Melayu Riau yang terdapat dalam novel Bulang Cahaya karya Rida K Liamsi.
2. Data
yang telah ditemukan disalin kembali kemudian dikumpulkan sesuai kepentingan
penelitian.
3. Data
yang telah dikumpulkan dididentifikasi sesuai dengan rumusan masalah dalam
penelitian.
4. Kemudian
data dianalisis berdasarkan identifikasi masalah, dan
5. Menyususn
hasil analisis data menjadi sebuah la[poran penelitian.
SIMPULAN
Berdasarkan
tujuan penelitian dan analisis permasalahan yang penulis lakukan, yaitu untuk mengetahui
makna bahasa Melayu Riau yang terdapat dalam novel Bulang Cahaya, maka penulis
menarik simpulan yaitu:
1. Makna
leksikal bahasa Melayu Riau yang terdapat dalam novel Bulang Cahaya merupakan makna dasar kosa kata bahasa Melayu Riau
yang digunakan oleh Rida K Liamsi dalam novel Bulang Cahaya.
2. Makna
gramatikal bahasa Melayu Riau yang terdapat dalam novel Bulang Cahaya merupakan makna sesuai konteks kosa kata bahasa
Melayu Riau yang digunakan oleh Rida K Liamsi dalam novel Bulang Cahaya.
3. Penggunaan
kosa kata bahasa daerah, dalam hal ini bahasa Melayu Riau dapat saja dilakukan
sesuai kepentingan penelitian agar maksud dan pesan yang ditujukan kepada
pembaca dapat tersampaikan selama tidak menyalahi kaidah ketatabahasaan.