Kamis, 27 Februari 2014

TUGAS KELOMPOK SEMANTIK SUMARTINI DAN HESPI DEPITA 6C



MAKNA LEKSIKAL DAN GRAMATIKAL BAHASA MELAYU RIAU DALAM NOVEL BULANG CAYAHA KARYA RIDA K LIAMSI

Latar Belakang
Untuk mengembangkan dan memperkaya perbendaharaan bahasa Indonesia serta khasanah kebudayaan nasional sebagai salah satu sarana identitas nasional diperlukan pembinaan dan pengembangan bahasa daerah. Salah satu bahasa daerah yang juga sebagai kekayaan dan kebanggaan bangsa Indonesia adalah bahasa Melayu.
Bahasa Melayu menjadi alat komunikasi dalam kehidupan sehari-hari, bukan saja di gunakan oleh masyarakat Riau, melainkan juga digunakan oleh masyarakat lainnya di luar Riau.  Bahasa melayu juga menjadi bahan pertimbangan untuk di jadikan sebagai bahasa persatuan di negeri ini. Hal ini dibuktikan dengan dirumuskannya bahasa Melayu dalam kongres yang di adakan di Medan. Hasil kongres tersebut mengakui bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Seperti yang diungkapkan oleh Halim Berikut ini:
Kongres bahasa indonesia 1954 di Medan yang mengakui bahwa bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu dan bahwa didalam pertumbuhan dan perkembangannya itu bahasa Indonesia telah diperkaya oleh bahasa-bahasa lain, terutama bahasa-bahasa daerah yang terdapat di Indonesia merupakan langkah maju yang berdasarkan kenyataan (1984: 16).

Hasil kongres tersebut menetapkan bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan atau bahasa nasional dalam kehidupan berkomunikasi sehari-hari.
Telah disebutkan dalam kongres di Medan bahwa bahasa melayu adalah cikal bakal bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan bahwa bahasa Melayu adalah bahasa yang menjadi perhubungan atau lingua franca. Letak geografis  yang menjadi saluran perhubungan dan perdagangan terpenting antara barat dan timur di Asia Tenggara. Masyarakat Melayu yang suka merantau pun menjadi penyebab bahasa ini menyebar dengan cepat. Selain itu, bahasa Melayu tidak mengenal perbedaan bentuk yang disebabkan oleh adanya perbedaan strata sosial seperti bahasa daerah lain (contoh: bahasa Jawa yang mengenal tingkatan halus dan kasar) menjadikan bahasa ini dapat diterima oleh masyarakat luas kemudian mampu mengangkat bahasa Melayu menjadi asal bahasa Indonesia.
Untuk memperkuat pernyataan di atas Badudu mengungkapkan dalam tulisannya.
Mengapa bahasa melayu (BM) itu diubah namanya menjadi bahasa Indonesia? Jawabnya ialah karena bahasa Melayu, dengan nama Melayunya itu menonjolkan salah satu etnik ( yang di Indonesia di sebut suku bangsa), sedangkan pada saat perjuangan untuk mencapai kemerdekaan itu segala usaha diadakan untuk mencapai suatu persatuan. Mengapa pula BM yang dipilih untuk dijadikan bahasa persatuan, sedangkan jumlah pemakaiannya tidak besar dibandingkan dengan bahasa lain seperti bahasa Jawa atau bahasa Sunda. BM telah menjadi semacam lingua franca di nusantara dan di pakai sebagai bahasa penghubung antara etnik yang ada. Faktor penunjang lain yang dapat kita sebutkan ialah (1) fonem-fonemnya yang mudah di ungkapkan (2) strukturnya yang sederhana dan luwes (3) tidak adanya perbedaan bentuk yang disebabkan oleh perbedaan strata sosial pemakai seperti undak-usuk dalam budaya Jawa  dan (4) faktor psikologis yang segera ingin menciptakan persatuan di antara berbagai etnik sehingga perjuangan untuk mencapai cita-cita dapat segera dilanjutkan (1996:11).

Pertumbuhan dan perkembangan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia begitu besar. Pertumbuhan bahasa Indonesia dewasa ini telah diperkaya dengan menyerap berbagai unsur bahasa, baik itu bahasa daerah maupun bahasa asing. Maka tidaklah heran, pertumbuhan dan perkembangan bahasa Indonesia mengalami berbagai masalah. Hamidy (2004: 130) mengatakan bahwa ini terjadi karena pola-pola bahasa asing dan daerah itu, oleh pemakai bahasa Indonesia dimasukkan begitu saja, tanpa usul periksa untuk disesuaikan dengan sistem Indonesia. Mestinya, pemeliharaan sistem Melayu harus tetap dominan dalam bahasa Indonesia
Hamidy juga mengatakan dalam salah satu bukunya yaitu:
Sejarah perjalan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia diterangkan dari tiga sisi, yakni sejarah, politik, dan ilmu pengetahuan, dari sisi sejarah, bahasa melayu telah terpakai sejak zaman sriwijaya abad ke-7 masehi. Di sisi politik, dimulai dengan kedatangan bangsa barat. Bahasa Melayu telah menjadi bahasa yang dominan, naik pada pusat kerajaan maupun pada pusat di pesisir pantai. Hal ini menyebabkan mereka harus menguasai dan membiarkan masyarakat menggunakan bahasa Melayu sebagai alat komunikasi. Dengan menguasai bahasa Melayu mereka dapat berhubungan dengan berbagai suku di kepulauan nusantara. Di sisi ilmu pengetahuan kamus-kamus bahasa Melayu telah ditemukan sejak tahun 1521 (2004:120-122).

Dengan terjadinya pergaulan orang Melayu dengan orang-orang selain Melayu sepanjang masa, maka dikenal dengan adanya bahasa pekan atau bahasa pasar dan berpengaruh terhadap bahasa Melayu dalam wilayahnya sendiri. Pengaruh ini akan lebih besar lagi apabila tidak ada orang Melayu yang pandai menulis. Spat mendukung pernyataan ini dengan mengungkapkan:
Maka terciptalah bahasa Melayu kesusastraan yang walau tidak bebas dengan pengaruh asing, mampu juga menjaga bahasa terhadap kerusakan. Bila bahasa sehari-hari begitu mudah menyesuaikan diri dengan yang disebut Melayu rendah, yang digunakan orang asing, begitu keras pula bahasa Melayu kesusastraan yang sudah mendapat bentuk tetap, menantang setiap bentuk perubahan sehingga selama beberapa abad tetap sama. Bahasa Melayu kesusastraan ini digunakan dalam berbagai karya sastra baik prosa maupun puisi, baik karya sastra asli maupun saduran karya asing (1989:7-8)

Riau yang dahulunya merupakan salah satu kerajaan Melayu yang ada di nusantara, memiliki banyak pengarang yang tetap mempertahankan bahasa Melayu Riau tersebut. Agar mendapat bentuk tetap melalui karya-karya sastranya. Rida K Liamsi adalah seorang di antara sastrawan Riau yang memperkuat bahasa Melayu melalui tulisan-tulisannya.
Salah satu karya yang dihasilkan oleh beliau adalah novel Bulang Cahaya. Novel Bulang Cahaya ini merupakan novel yang berkisah tentang percintaan dua insan yaitu Raja Djafar (anak bangsawan Bugis-Melayu) dengan Tengku Buntat (anak bangsawan Melayu), dengan memanfaatkan peristiwa sejarah sebagai latar cerita, tepatnya sejarah kerajaan Riau-Lingga. Oleh karena itulah novel ini memuat narasi yang berciri khas Melayu. Bulang cahaya merupakan karya Rida K Liamsi yang pertama dalam bentuk novel dan banyak dibicarakan oleh para peneliti sastra dan budayawan Riau.
Pemeliharaan bahasa Melayu yang dilakukan oleh Rida K Liamsi dan juga budayawan lainnya akan nampak berarti jika kita mengenal dan mengetahui bahasa Melayu pada masa lampau. Salah satu sumber bacaan yang dapat dijadikan referensi adalah novel Bulang Cahaya ini, isi yang terkandung dalam novel ini sangat penting untuk diketahui oleh masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Melayu, karena meskipun novel ini merupakan karya fiksi, tetapi novel ini menggambarkan sejarah penting dalam perkembangan bangsa Melayu. Penulis novel sendiri juga membaca beberapa sumber sejarah kerjaan Riau-Lingga sebagai bahan risetnya dalam penulisan novel ini.
Seperti yang telah penulis jabarkan sebelumnya, novel Bulang Cahaya telah diteliti oleh beberapa peneliti sastra untuk beberapa tujuan. Namun penelitian mengenai semantik yang terdapat dalam novel ini sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan. Peneliti tertarik meneliti novel ini dikarenakan novel Bulang Cahaya adalah salah satu karya Rida K Liamsi yang banyak dibicarakan oleh budayawan Riau.
Di samping itu, narasi dalam novel ini yang berciri khas Melayu tersebut menimbulkan semacam kendala bagi penulis khususnya, pembaca novel ini pada umunya, apalagi mereka yang tidak begitu akrab dengan dunia Melayu dalam menikmati fase demi fase cerita dalam novel ini. Kendala tersebut yaitu adanya kosa kata bahasa Melayu Riau yang merupakan narasi novel ini yang tidak diketahui makna atau artinya.
Sejalan dengan pertumbuhsan dan perkembangan bahasa Melayu, maka makna bahasa Melayu Riau dalam novel Bulang Cahaya inipun menjadi berbeda dengan makna bahsa Melayu yang kita kenal saat ini.
Pemahaman mengenai ilmu bahsa khususnya semantik dapat kita mengenal makna atau arti kosa kata bahasa Melayu pada masa lampau, hal ini dikarenakan makna atau arti kata bahasa Melayu pada masa lampau telah mengalami pertubahan saat ini. Misalnya pemakaian kosa kata, ada yang tetap hidup ada juga yang telah mati. Maksudnya adalah kosa kata tersebut ada yang masih tetap dipakai dan ada pula yang telah ditinggalkan begitu saja. Misalnya kata yang kita jumpai dalam novel tersebut yaitu gelegar. Makna kata gelegar dalam novel tersebut tak lagi sama maknanya dengan yang kita ketahui sekarang ini. Maknanya telah mengalami perubaha. Perubahan ini sebenarnya dirasa perlu demi perkembangan dan kemajuan. Namun perubahan ini terus harus berlandaskan sistem bahasa Melayu sebagai ibu bahasa Indonesia.
Penelitian ini juga dimaksudkan sebagai salah satu bentuk pendokumentasian budaya Melayu khususnya bahasa Melayu Riau sebagai salah unsur budaya bangsa sehingga dapat dipahami dan dihargai oleh semua lapisan masyarakat, tidak hanya masyarakat melayu saja.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Makna Leksikal dan Gramatikal Bahasa Melayu Riau dalam Novel Bulang Cahaya karya Rida K Liamsi.     
PERMASALAHAN
Permasalahan secara umum adalah semantik bahsa Melayu Riau yang terdapat dalam novel Bulang Cahaya karya Rida K Liamsi. Apakah makna kosa kata bahasa Melayu Riau yang terdapat dalam novel Bulang Cahaya? Apakah makna leksikal kosa kata bahasa Melayu Riau yang terdapat dalam novel ini? Apakah makna gramatikal kosa kata bahasa Melayu Riau yang terdapat dalam novel Bulang Cahaya ini?
TUJUAN PENELITIAN
            Sesuai dengan permasalahan di atas maka tujuan penelitian ini adalah:
1.      Untuk mengetahui makna leksikal kosa kata bahasa Melayu Riau dalam novel Bulang Cahaya karya Rida K Liamsi.
2.       Untuk mengetahui makna gramatikal kosa kata bahasa Melayu Riau dalam novel Bulang Cahaya karya Rida K Liamsi.
TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Tenik pengumpulan data  yang penulis lakukan dalam melaksanakan penelitian adalah teknik dokumentasi. Data yang diperolah adalah data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti yaitu hal-hal yang berkaitan dengan unsur-unsur semantik, yaitu makna leksikal dan makna gramatikal kosa kata bahasa Melayu Riau yang terdapat dalam novel Bulang Cahaya karya Rida K Liamsi.
ANALAISIS DATA
Untuk memperoleh hasil penelitian, kita harus menganalisis data penelitian terlebih dahulu. Proses analisis data yang penulis lakukan dilaksanakan dengan langkah-langkah berikut:
1.      Membaca dan menemukan kosa kata bahasa Melayu Riau yang terdapat dalam novel Bulang Cahaya karya Rida K Liamsi.
2.      Data yang telah ditemukan disalin kembali kemudian dikumpulkan sesuai kepentingan penelitian.
3.      Data yang telah dikumpulkan dididentifikasi sesuai dengan rumusan masalah dalam penelitian.
4.      Kemudian data dianalisis berdasarkan identifikasi masalah, dan
5.      Menyususn hasil analisis data menjadi sebuah la[poran penelitian.  
SIMPULAN
Berdasarkan tujuan penelitian dan analisis permasalahan yang penulis lakukan, yaitu untuk mengetahui makna bahasa Melayu Riau yang terdapat dalam novel Bulang Cahaya, maka penulis menarik simpulan yaitu:
1.      Makna leksikal bahasa Melayu Riau yang terdapat dalam novel Bulang Cahaya merupakan makna dasar kosa kata bahasa Melayu Riau yang digunakan oleh Rida K Liamsi dalam novel Bulang Cahaya.
2.      Makna gramatikal bahasa Melayu Riau yang terdapat dalam novel Bulang Cahaya merupakan makna sesuai konteks kosa kata bahasa Melayu Riau yang digunakan oleh Rida K Liamsi dalam novel Bulang Cahaya.
3.      Penggunaan kosa kata bahasa daerah, dalam hal ini bahasa Melayu Riau dapat saja dilakukan sesuai kepentingan penelitian agar maksud dan pesan yang ditujukan kepada pembaca dapat tersampaikan selama tidak menyalahi kaidah ketatabahasaan.