BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Berdasarkan
konstituen-konstituen pengisi fungsi P yang dilandasi pada kadar tranititas
verba dan reaksi verba, maka kalimat imperatif b.M.P dapat diklasifikasikan
atas beberapa tipe yaitu (1) kalimat imperatif transitif, (2) kalimat imperatif
intransitif, (3) Kalimat imperatif
aktif, (4) Kalimat Imperatif pasif. Adapun berdasarkan pemarkah-pemarkah
kalimat imperatif yang dilandasi pada pemarkah afirmatif dan pemarkah
negatif, maka kalimat imperatif b.M.P
dapat diklasifikasikan menjadi enam tipe, yaitu (1) kalimat imperatif
transitif, (2) kalimat imperatif intransitif, (3) kalimat imperatif aktif, (4)
kalimat imperatif pasif, (5) kalimat imperatif afirmatif, dan (6) kalimat
imperatif negatif atau larangan.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah
klasifikasi kalimat imperatif bahasa Minangkabau?
2.
Bagaimakah modus
kalimat pengungkap makna perintah?
1.3
Tujuan
1.
Mengetahui
klasifikasi kalimat imperatif bahasa Minangkabau
2.
Mengetahui modus
kalimat pengungkap makna perintah
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1
Klasifikasi Kalimat Imperatif BMP
Berdasarkan konstituen-konstituen pengisi fungsi P
yang dilandasi pada kadar tranitifitas verba dan reaksi verba, maka kalimat
imperatif b.M.P dapat diklasifikasikan atas beberapa tipe yaitu:
2.1.1
Kalimat
Imperatif Transitif
Verba pengisi fungsi P kalimat imperatif b.M.P
antara lain bisa berupa verba aktif dan verba pasif serta transitif dan verba
intransitif yang dengan sendirinya akan menghasilkan tipe-tipe kalimat
imperatif aktif, kalimat impertaif pasif,
kalimat imperatif transitif dan kalimat imperatif intransitif.
Kalimat imperatif transitif verba pengisi fungsi
P-nya diisi oleh verba transitif yaitu tipe verba yang menuntut kehadiran
konstituen berupa objek (O) sebagai pendamping verba yang selalu berposisi di
belakang verba, sehingga kalimat ini berstruktur P-O dan memiliki peluang untuk
berstruktur P-O-(K) dan (S)-P-O-(K). Simaklah sajian contoh berikut ini.
(1)
Agiahlah ama?
(wa)ang pitih!.
Berilah ibumu uang itu!.
Kalimat (1) merupakan kalimat imperatif transitif berstruktur
P-O. Ketransitifan kedua kalimat itu tampak dari tipe masing-masing verba
pengisi fungsi P-nya, yaitu verba agiahlah
‘beri’ yang menuntut hadirnya unsur yang menduduki fungsi O sebagai pendamping
verba. Kehadiran masing-masing unsur O pada kedua kalimat itu menampakkan
adanya kesamaan peran “Benefaktif” dan “Objektif”. Peran “benektatif” pada
kalimat (1) diisi oleh konstituen ama?.
Sebagai bukti bahwa kalimat (1) merupakan kalimat imperatif transitif
berstruktur P-O dapat diuji dengan mengubah strukturnya menggunakan teknik
balik sehingga menghasilkan kalimat (1a) berikut.
(1a) *Pitih agiahlah ama? (wa)ang!.
‘Uang berilah ibu’
Uji sintataktik kalimat (1a) memperlihatkan bahwa
kalimat satu tidak bisa dibalik susunanya karena akan menghasilkan kalimat yang
tidak berterima. Ketidakberterimaan kalimat (1a) mengisyaratkan bahwa
konstituen yang terletak dibelakang verba itu merupakan O dan sekaligus
merupakan ciri kalimat transitif.
2.1.2
Kalimat
Imperatif Intransitif
Tipe kalimat imperatif intransitif verba pengisi fungsi P-nya diisi oleh verba
intransitif yang tidak menuntut kehadiran konstituen pengisi fungsi O sebagai
pendamping verba. Akan tetapi pada tipe kalimat ini senantiasa hadir partikel
imperatif (-lah) sebagai penegas atu
penghalus perintah dan bentuk lay
yang berfungsi sebagai pengintensif P dan selalu berposisi di akhir kalimat.
Perhatikan contoh berikut.
(2)
(Wa?)ang laloa?lah lay!.
(kamu) tidurlah!.
Kalimat tersebut merupakan kalimat imperatif
intransitif. Keintransitifan kalimat tersebut tampak dari watak verba pengisi
fungsi P-nya yaitu verba laloa?
‘tidur’ yang tidak menuntut hadirnya konstituen pengisi fungsi O sebagai
pendamping verba. Adapun penambahan partikel (-lah) pada kalimat tersebut berfungsi sebagai penegas. Sedangkan lay berfungsi sebagai pengintensifan P.
2.1.3
Kalimat Imperatif
Aktif
Kalimat imperatif aktif verba pengisi fungsi P-nya
bisa berupa verba transitif dan verba intransitif. Apabila verba pengisi fungsi
P-nya berupa verba transitif, maka verba pengisi fungsi P-nya cenderung berupa
verba bentuk zero, kecuali bila
pengisi fungsi P berupa verba transitif yang digunakan secara absolut, dan apa
bila verba pengisi fungsi P-nya diisi oleh verba intransitif maka verba pengisi
fungsi P cenderung mempertahankan afiks, bila verbanya diawali prefiks.
Perhatikanlah contoh berikut ini.
(3)
Balilah lado
padi ka lapau uni parida!.
‘Beli cabe rawit ke warung Kak Parida!.
(4)
(ajo) anoa?lah
lay!
Kakak diamlah!’.
Kalimat tersebut merupakan kalimat imperatif aktif
akan tetapi tipe verba aktif pengisi fungsi P kalimat (3) berbeda dengan tipe
verba kalimat (4). Pada kalimat (3) verba pengisi fungsi P-nya berupa verba
aktif transitif, yaitu verba belilah
yang mengharuskan hadirnya konstituen berupa O sebagai pendamping verba,
sedangkan pada kalimat (4) verba pengisi fungsi P-nya beruppa verba
intransitif, yaitu anoa? Yang tidak
menuntut hadirnya objek.
2.1.4
kalimat
Imperatif Pasif
Dalam kalimat imperatif pasif verba pengisi fungsi
P-nya berupa verba pasif. Untuk kalimat imperatif pasif dapat dipastikan bahwa
verba pengisi fungsi P-nya berupa verba
pasif. Dalam b.M.P verba pengisi fungsi P kalimat imperatif bisa berupa
verba untuk dasar dan dengan menambahkan awalan (di-) pada verbanya. Biasanya pelaku verba dalam kalimat imperatif
pasif dilakukan oleh PRON II yang tidak dihadirkan secara formatif. Senada
dengan pendapat Robin (1989:3) mengatakan bahwa gramatika bahasa, kalimat pasif
tidak harus mengungkapkan pelaku verba. Perhatikan contoh berikut ini.
(5)
Lulua ubea? Tu!.
Telan obat itu.
Kalimat tersebut adalah kalimat imperatif pasif,
karena konstituen ube?tu pada kalimat
tersebut menduduki fungsi S sehingga strukturnya bisa dibalik menjadi S-P.
Dengan kata lain S terletak di depan P.
2.1.5
Kalimat
Imperatif Afirmatif
Pengklasifikasian kalimat imperatif afirmatif ini
berdasarkan pada pemarkah-pemarkah kalimat imperatif yang didasarkan pada
pemarkah afirmatif dan pemarkah negatif. Maka kalimat imperatif b.M.P dapat diklasifikasikan
atas kalimat imperatif afirmatif dan kalimat negatif.
Kalimat imperatif adalah kalimat imperatif yang
dimarkahi oleh pemarkah yang berkategori intonasi, gramatika, dan leksikal.
Kalimat ini dibentuk dengan menambahakan pemarkah afirmatif pada konstituen pengisi
fungsi P, atau dengan lesapnya afiks pada
konstituen pengisi fungsi P. Perhatikan contoh kalimat berikut ini.
(6)
Lupoan paja tu!.
Lupakan anak itu!,
(7)
Manjai? Lah
‘Menjahitlah’
Kalimat tersebut merupakan kalimat imperatif
afirmatif. Keafirmatifan kalimat tersebut dimarkahi oleh masing-masing pengisi
fungsi P-nya yang dibentuk dengan menambahkan atau lesapnya pemarkah
berkategori gramatikal pada bentuk dasar konstituen pengisi fungsi P.
2.1.6
Kalimat
Imperatif Negatif
Kalimat imperatif negatif dimarkahi oleh
pemarkah-pemarkah negatif. Selain itu kalimat imperatif afirmatif bentuk-bentuk pemarkahnya meliputi
pemarkah berkategori leksikal dan gramatikal. Sedangkan untuk kalimat imperatif
negatif bentuk-bentuk pemarkahnya hanya berkategori leksikal saja. Adapun bentuk
pemarkah berkategori leksikal yaitu pemarkah-pemarkah berupa kata suruh negatif
jan, usah, antilah. Akan tetapi dalam
konstruksi kalimat imperatif negatif selain dimarkahi oleh pemarkah berkategori
leksikal dapat pula ditambahkan dengan pemarkah berkategori gramatikal.
Biasanya dalam b.M.P kalimat imperatif negatif
dibentuk dengan menempatkan pemarkah negatif jan, usah dan antilah yang
senantiasa berposisi di depan verba. Berdasarkan kriteria maknanya, kalimat
imperatif negatif digolongkan pada kalimat imperatif larangan. Dalam b.M.P
pelaku verba kalimat imperatif berpemarkah negatif cenderung berupa PRON II dan
kadang-kadang PRON I TG. Perhatikan contoh kalimat berikut ini.
(8)
Jan (wa?)ang
sabui? Lo ka (we?)e nda?!.
‘Jangan kamu katakan kepada dia!.
(9)
Jan payi lo kau
nda?!.
‘Jangan pergi kamu!.
Kalimat tersebut merupakan kalimat imperatif
negatif. Kenegatifan kalimat tersebut dimarkahhi oleh pemarkah-pemarkah negatif
yang berposisi di awal kalimat seperti
pada contoh kalimat (8) dan (9). Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa kehadiran pemarkah-pemarkah negatif dalam
konstruksi kalimat tersebut secara sintaktik membentuk kalimat imperatif
negatif dan secara semantik membentuk kalimat imperatif yang menyatakan makna
larangan.
Kalimat imperatif afirmatif dan kalimat imperatif
negatif yang didasarkan pada kriteria makna atau aspek kemaknaannya, maka
kalimat imperatif b.M.P dapat diiklasifikasikan atas empat subtipe, yaitu (1)
kalimat imperatif permintaaan, (2) kalimat impertaif ajakan, (3) kalimat
imperatif tawaran, dan (4) kalimat imperatif larangan.
Berdasrkan konstituen pengisi fungsi P dan
pemarkah-pemarkahnya, kalimat imperatif b.M.P dapat diklasifikasikan atas
delapan tipe, yaitu (1) kalimat imperatif transitif, (2) kalimat imperatif
intransitif, (3) kalimat imperatif aktif, (4) kalimat imperatif pasif, (5)
kalimat imperatif permintaan, (6) kalimat imperatif ajakan, (7) kalimat
imperatif tawaran, dan (8) kalimat imperatif larangan.
2.2
Modus Kalimat Pengungkap Makna Perintah
Makna perintah dapat
diungkapkan dengan dua bentuk tuturan yaitu bentuk tuturan langsung dan tidak
langsung. Pengungkapan makna perintah dengan bentuk makna langsung cenderung
diutarakan dengan satu modus satu kalimat yaitu modus kalimat imperatif sedangkan
pengungkapan makna perintah dengan bentuk makna tidak langsung cenderung
diutarakan dengan dua modus kalimat imperatif dengan kajian struktural.
Pengungkapan makna perintah yang diutarakan dengan modus kalimat deklaratif dan
introgatif terkait dengan kajian pragmatik.
Alwi (1992:201)
menyebutkan bahwa ketaklangsungan dalam menyatakan makna perintah itu ditandai
oleh tidak hadirnya unsur sintaksis dan
unsur leksikal secara eksplisit, yang mengimplikasikan suatu gradasi
kesantunan, sedangkan dalam tuturan langsung unsur sintaksis dan unsur leksikal
yang menyatakan makna ‘perintah’ dinyatakan secara ekplisit.
Austin (1962:30)
menyebutkan dalam tuturan lanagsung untuk memperhalus perintah menggunakan kata
tolong, coba, silahkan, dan
sejenisnya yang berfungsi sebagai adverbia
pada kalimat imperatif. Adverbia yang memodifikasi pada kalimat perintah
disebut adverbia performatif. Sebaliknya dalam mengungkap makna tidak langsung
diutarakan dengan kalimat deklaratif dan interogatif.
Menurut wijana tindak
tutur tidak langsung dibagi menjadi menjadi dua yaitu tindak tutur tidak langsung
literal dan tindak tutur tidak langsung tidak literal. Secara konvensional
bentuk tindak tutur tidak langsung itu gunakan untuk mengganti bentuk-bentuk
kebahasaan (dalam hal ini kalimat) yang berkenaan dengan penghalusan atau
kesopanan dengan tujuan agar mitra tutur tidak begitu merasa bahwa dirinya
diperintah yang secara sosiologis mungkin akan menyangkut masalah nilai
sosiokultural masyarakat bahasa bersangkutan.
2.2.1
Pengungkapan Makna
Perintah dengan Tindak Tutur Tidak Langsung
Pengungkapan makna perintah dengan tindak tutur
tidak langsung adalah tindak tutur yang diungkapkan dengan modus kalimat yang
tidak sesuai dengan maksud pengungkapannya (Wijana, 19966:34). Tindak tutur
tidak langsung dibagi menjadi dua bagian yaitu tindak tutur tidak langsung
literal dan tindak tutur tidak langsung tidak literal yang sama-sama memiliki
peluang dalam mengungapkan makna perintah.
1.
Pengungkapan
Makna Perintah dengan Tindak Tutur Tidak Langsung Literal
Tindak tutur tidak langsung literal adalah tindak
tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud yang
hendak diutarakan tetapi mnakna kata-kata yang menyusunnya sesuai dengan apa
yang dimaksud penutur. Dalam tindak tutur ini maksud memerintah diutarakan dengan
kalimat deklaratif atau kalimat interogatif (wijana, 1996:34).
a.
Pengungkapan
Makna Perintah dengan Tindak Tutur Tidak Langsung Literal dengan Modus Kalimat
Deklaratif.
Penutur b.M.P dalam berinteraksi dengan mitra tuturnya
kadangkala berusaha memilih bentuk tuturan yang dianggap sopan dan layak dan
layak untuk diutarakan. Salah satu cara bertutur yang dianggap memenuhi
kriteria adalah jenis tindak tutur tidak langsung literal yang diutarakan
dengan menggunakan modus kalimat deklaratif.
Dilihat dari struktur sintaktiknya kalimat ini
merupakan kalimat deklaratif yang mengandung makna dasar menginformasikan atau
memberikan sesuatu kepada mitra tutur, tetapi dalam konteks ini kalimat
deklaratif berfungsi sebagai perintah. Perhatikan contoh berikut ini.
(10)
Gulo abih lo wi
‘Gula juga habis wi’
Modus pengungkap makna perintah dapat diutarakan
dengan tindak tutur tidak langsung
literal dengan menggunakan modus kalimat deklaratif.
b.
Pengungkapan
Makna Perintah dengan Tindak Tutur Tidak Langsung Literal dengan Modus Kalimat
Interogatif.
Pengungkapan
makna perintah dapat pula diutarakan dengan tindak tutur tidak langsung literal
dengan kalimat bermodus interogatif. Dilihat dari struktur sintaktiknya,
kalimat ini merupakan kalimat interogatif
yang mengandung makna dasar bertanya, tetapi dalam hal ini kalimat
interogatif ini berfungsi menyatakan
perintah. Perhatikan contoh berikut ini.
(11)
Ma kunci oto Ri
‘mana kunci mobil Eri
Berdasarkan contoh
tersebut modus pengungkapan makna perintah dapat diutarakan dengan tindak tutur
tidak langsung literal bermodus kalimat interogatif.
2.2.2
Pengungkapan
Makna Perintah dengan Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal
Tindak tutur tidak langsung tidak literal adalah tindak
tutur yang diutarakan dengan modus kalimat dan makna kalimat yang tidak sesuai
dengan maksud tuturan yang hendak diutarakan. Sama halnya dengan pengungkapan
tindak tutur tidak langsung yang literal, tindak tutur tidak langsung yang
tidak literal juga dapat diutarakan dengan modus kalimat deklaratif dan modus
kalimat interogatif.
a.
Pengungkapan
makna perintah dengan tindak tutur tidak langsung tidak literal dengan modus
kalimat deklaratif
Tindak tutur tidak
langsung tidak literal dengan modus kalimat deklaratif adalah tindak tutur yang
diutarakan dengan modus kalimat deklaratif, tetapi makna kalimatnya tidak
sesuai dengam maksud penguataraannya. Perhatikan contoh berikut ini.
(12)
Barasiah bana
lantai awak nyeh
‘Bersih benar lantai
rumah kita’
b.
Pengungkapan Makna
Perintah dengan Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal dengan Modus Kalimat
Interogatif
Pengungkapan
makna perintah dengan tindak tutur tidak langsung tidak literal dengan modus
kalimat interogatif memiliki makna tuturan yang tidak sesuai dengan tuturan
kalimat yang diutarakan. Perhatikanlah contoh berikut ini.
(13)
Ranca? Bana baju
kau mah, indak ado nan lain nan ka (wa)?ang lakea? An lay?
‘cantik sekali baju kamu, apakah tidak ada pakaianmu
selain itu?
Pengungkapan makna perintah dengan tindak tutur
tidak langsung tidak literal dengan modus kalimat interogatif dipengaruhi oleh
komponen-komponen tutur. Komponen tutur
yang sangat dominan adalah konteks tuturan. Artinya, modus pengungkapan makna
perintah yang diutarakn dengan tindak tutur tidak langsung tidak literal bermodus kalimat interogatif.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Kalimat
imperatif b.M.P Berdasarkan konstituen pengisi fungsi P (verba)-nya yang
didasarkan oleh kadar transitivitas verba atau ada tidaknya reaksi verba maka
kalimat imperatif b.M.P dapat diklasifikasikan atas beberapa tipe yaitu (1)
kalimat imperatif transitif, (2) kalimat imperatif intransitif, (3) Kalimat imperatif aktif, (4) Kalimat
Impertaif pasif.
Sedangkan, berdasarkan
pemarkah-pemarkahnya kalimat imperatif yang dilandasi pada pemarkah afirmatif
dan pemarkah negatif, maka kalimat
imperatif b.M.P dapat diklasifikasikan menjadi enam tipe, yaitu (1) kalimat
imperatif transitif, (2) kalimat imperatif intransitif, (3) kalimat imperatif
aktif, (4) kalimat imperatif pasif, (5) kalimat imperatif afirmatif, dan (6)
kalimat imperatif negatif atau larangan.
Modus kalimat
pengungkap makna perintah dalam b.M.P diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu (1)
pengungkapan makna perintah dengan modus kalimat imperatif, (2) pengungkapan
makna dengan modus kalimat deklaratif, dan (3) pengungkapan dengan modus
kalimat interogatif. Pengungkapan masing-masing makna perintah itu sangat
ditentukan oleh jenis tindak tutur yang digunakan. Pengungkapan makna perintah
dengan modus kalimat imperatif disebut pengungkapan dengan tindak tutur
langsung, sedangkan pengungkapan makna perintah dengan modus kalimat deklaratif
dan introgatif disebut pengungkapan dengan tindak tutur tidak langsung.
3.2
Saran
Besar harapan dari
penulis agar apa yang telah kami paparkan dalam makalah ini bisa bermanfaat dan
menambah wawasan bagi pembaca. Serta apa yang kami sajikan dapat dipergunakan
untuk kepentingan yang positif sehingga berdampak baik bagi penulis maupun
pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Noviatri.
2011. Kalimat Imperatif Bahasa
Minangkabau. Padang: Minangkabau Press