Minggu, 25 Mei 2014

KLASIFIKASI KALIMAT IMPERATIF BMP (SINTAKSIS KELOMPOK9)



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Berdasarkan konstituen-konstituen pengisi fungsi P yang dilandasi pada kadar tranititas verba dan reaksi verba, maka kalimat imperatif b.M.P dapat diklasifikasikan atas beberapa tipe yaitu (1) kalimat imperatif transitif, (2) kalimat imperatif intransitif, (3)  Kalimat imperatif aktif, (4) Kalimat Imperatif pasif. Adapun berdasarkan pemarkah-pemarkah kalimat imperatif yang dilandasi pada pemarkah afirmatif dan pemarkah negatif,  maka kalimat imperatif b.M.P dapat diklasifikasikan menjadi enam tipe, yaitu (1) kalimat imperatif transitif, (2) kalimat imperatif intransitif, (3) kalimat imperatif aktif, (4) kalimat imperatif pasif, (5) kalimat imperatif afirmatif, dan (6) kalimat imperatif negatif atau larangan.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah klasifikasi kalimat imperatif bahasa Minangkabau?
2.      Bagaimakah modus kalimat pengungkap makna perintah?

1.3  Tujuan
1.      Mengetahui klasifikasi kalimat imperatif bahasa Minangkabau
2.      Mengetahui modus kalimat pengungkap makna perintah

BAB II
PEMBAHASAN
2.1    Klasifikasi Kalimat Imperatif BMP
Berdasarkan konstituen-konstituen pengisi fungsi P yang dilandasi pada kadar tranitifitas verba dan reaksi verba, maka kalimat imperatif b.M.P dapat diklasifikasikan atas beberapa tipe yaitu:

2.1.1        Kalimat Imperatif Transitif
Verba pengisi fungsi P kalimat imperatif b.M.P antara lain bisa berupa verba aktif dan verba pasif serta transitif dan verba intransitif yang dengan sendirinya akan menghasilkan tipe-tipe kalimat imperatif aktif,  kalimat impertaif pasif, kalimat imperatif transitif dan kalimat imperatif intransitif.
Kalimat imperatif transitif verba pengisi fungsi P-nya diisi oleh verba transitif yaitu tipe verba yang menuntut kehadiran konstituen berupa objek (O) sebagai pendamping verba yang selalu berposisi di belakang verba, sehingga kalimat ini berstruktur P-O dan memiliki peluang untuk berstruktur P-O-(K) dan (S)-P-O-(K). Simaklah sajian contoh berikut ini.
(1)   Agiahlah ama? (wa)ang pitih!.
Berilah ibumu uang itu!.
Kalimat (1) merupakan kalimat imperatif transitif berstruktur P-O. Ketransitifan kedua kalimat itu tampak dari tipe masing-masing verba pengisi fungsi P-nya, yaitu verba agiahlah ‘beri’ yang menuntut hadirnya unsur yang menduduki fungsi O sebagai pendamping verba. Kehadiran masing-masing unsur O pada kedua kalimat itu menampakkan adanya kesamaan peran “Benefaktif” dan “Objektif”. Peran “benektatif” pada kalimat (1) diisi oleh konstituen ama?. Sebagai bukti bahwa kalimat (1) merupakan kalimat imperatif transitif berstruktur P-O dapat diuji dengan mengubah strukturnya menggunakan teknik balik sehingga menghasilkan kalimat (1a) berikut.
(1a) *Pitih agiahlah ama? (wa)ang!.
        ‘Uang berilah ibu’
Uji sintataktik kalimat (1a) memperlihatkan bahwa kalimat satu tidak bisa dibalik susunanya karena akan menghasilkan kalimat yang tidak berterima. Ketidakberterimaan kalimat (1a) mengisyaratkan bahwa konstituen yang terletak dibelakang verba itu merupakan O dan sekaligus merupakan ciri kalimat transitif.

2.1.2        Kalimat Imperatif Intransitif
Tipe kalimat imperatif intransitif  verba pengisi fungsi P-nya diisi oleh verba intransitif yang tidak menuntut kehadiran konstituen pengisi fungsi O sebagai pendamping verba. Akan tetapi pada tipe kalimat ini senantiasa hadir partikel imperatif (-lah) sebagai penegas atu penghalus perintah dan bentuk lay yang berfungsi sebagai pengintensif P dan selalu berposisi di akhir kalimat. Perhatikan contoh berikut.
(2)   (Wa?)ang  laloa?lah lay!.
(kamu) tidurlah!.
Kalimat tersebut merupakan kalimat imperatif intransitif. Keintransitifan kalimat tersebut tampak dari watak verba pengisi fungsi P-nya yaitu verba laloa? ‘tidur’ yang tidak menuntut hadirnya konstituen pengisi fungsi O sebagai pendamping verba. Adapun penambahan partikel (-lah) pada kalimat tersebut berfungsi sebagai penegas. Sedangkan lay berfungsi sebagai pengintensifan P.
2.1.3        Kalimat Imperatif Aktif
Kalimat imperatif aktif verba pengisi fungsi P-nya bisa berupa verba transitif dan verba intransitif. Apabila verba pengisi fungsi P-nya berupa verba transitif, maka verba pengisi fungsi P-nya cenderung berupa verba bentuk zero, kecuali bila pengisi fungsi P berupa verba transitif yang digunakan secara absolut, dan apa bila verba pengisi fungsi P-nya diisi oleh verba intransitif maka verba pengisi fungsi P cenderung mempertahankan afiks, bila verbanya diawali prefiks. Perhatikanlah contoh berikut ini.
(3)   Balilah lado padi ka lapau uni parida!.
‘Beli cabe rawit ke warung Kak Parida!.
(4)   (ajo) anoa?lah lay!
Kakak diamlah!’.
Kalimat tersebut merupakan kalimat imperatif aktif akan tetapi tipe verba aktif pengisi fungsi P kalimat (3) berbeda dengan tipe verba kalimat (4). Pada kalimat (3) verba pengisi fungsi P-nya berupa verba aktif transitif, yaitu verba belilah yang mengharuskan hadirnya konstituen berupa O sebagai pendamping verba, sedangkan pada kalimat (4) verba pengisi fungsi P-nya beruppa verba intransitif, yaitu anoa? Yang tidak menuntut hadirnya objek.

2.1.4        kalimat Imperatif Pasif
Dalam kalimat imperatif pasif verba pengisi fungsi P-nya berupa verba pasif. Untuk kalimat imperatif pasif dapat dipastikan bahwa verba pengisi fungsi P-nya berupa verba  pasif. Dalam b.M.P verba pengisi fungsi P kalimat imperatif bisa berupa verba untuk dasar dan dengan menambahkan awalan (di-) pada verbanya. Biasanya pelaku verba dalam kalimat imperatif pasif dilakukan oleh PRON II yang tidak dihadirkan secara formatif. Senada dengan pendapat Robin (1989:3) mengatakan bahwa gramatika bahasa, kalimat pasif tidak harus mengungkapkan pelaku verba. Perhatikan contoh berikut ini.
(5)   Lulua ubea? Tu!.
Telan obat itu.
Kalimat tersebut adalah kalimat imperatif pasif, karena konstituen ube?tu pada kalimat tersebut menduduki fungsi S sehingga strukturnya bisa dibalik menjadi S-P. Dengan kata lain S terletak di depan P.

2.1.5        Kalimat Imperatif Afirmatif
Pengklasifikasian kalimat imperatif afirmatif ini berdasarkan pada pemarkah-pemarkah kalimat imperatif yang didasarkan pada pemarkah afirmatif dan pemarkah negatif. Maka kalimat imperatif b.M.P dapat diklasifikasikan atas kalimat imperatif afirmatif dan kalimat negatif.
Kalimat imperatif adalah kalimat imperatif yang dimarkahi oleh pemarkah yang berkategori intonasi, gramatika, dan leksikal. Kalimat ini dibentuk dengan menambahakan pemarkah afirmatif pada konstituen pengisi fungsi P,  atau dengan lesapnya afiks pada konstituen pengisi fungsi P. Perhatikan contoh kalimat berikut ini.
(6)   Lupoan paja tu!.
Lupakan anak itu!,
(7)   Manjai? Lah
‘Menjahitlah’
Kalimat tersebut merupakan kalimat imperatif afirmatif. Keafirmatifan kalimat tersebut dimarkahi oleh masing-masing pengisi fungsi P-nya yang dibentuk dengan menambahkan atau lesapnya pemarkah berkategori gramatikal pada bentuk dasar konstituen pengisi fungsi P.

2.1.6        Kalimat Imperatif Negatif
Kalimat imperatif negatif dimarkahi oleh pemarkah-pemarkah negatif. Selain itu kalimat imperatif  afirmatif bentuk-bentuk pemarkahnya meliputi pemarkah berkategori leksikal dan gramatikal. Sedangkan untuk kalimat imperatif negatif bentuk-bentuk pemarkahnya hanya berkategori leksikal saja. Adapun bentuk pemarkah berkategori leksikal yaitu pemarkah-pemarkah berupa kata suruh negatif jan, usah, antilah. Akan tetapi dalam konstruksi kalimat imperatif negatif selain dimarkahi oleh pemarkah berkategori leksikal dapat pula ditambahkan dengan pemarkah berkategori gramatikal.
Biasanya dalam b.M.P kalimat imperatif negatif dibentuk dengan menempatkan pemarkah negatif jan, usah dan antilah yang senantiasa berposisi di depan verba. Berdasarkan kriteria maknanya, kalimat imperatif negatif digolongkan pada kalimat imperatif larangan. Dalam b.M.P pelaku verba kalimat imperatif berpemarkah negatif cenderung berupa PRON II dan kadang-kadang PRON I TG. Perhatikan contoh kalimat berikut ini.
(8)   Jan (wa?)ang sabui? Lo ka (we?)e nda?!.
‘Jangan kamu katakan kepada dia!.
(9)   Jan payi lo kau nda?!.
‘Jangan pergi kamu!.
Kalimat tersebut merupakan kalimat imperatif negatif. Kenegatifan kalimat tersebut dimarkahhi oleh pemarkah-pemarkah negatif yang berposisi di awal kalimat  seperti pada contoh kalimat  (8) dan (9). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kehadiran pemarkah-pemarkah negatif dalam konstruksi kalimat tersebut secara sintaktik membentuk kalimat imperatif negatif dan secara semantik membentuk kalimat imperatif yang menyatakan makna larangan.
Kalimat imperatif afirmatif dan kalimat imperatif negatif yang didasarkan pada kriteria makna atau aspek kemaknaannya, maka kalimat imperatif b.M.P dapat diiklasifikasikan atas empat subtipe, yaitu (1) kalimat imperatif permintaaan, (2) kalimat impertaif ajakan, (3) kalimat imperatif tawaran, dan (4) kalimat imperatif larangan.
Berdasrkan konstituen pengisi fungsi P dan pemarkah-pemarkahnya, kalimat imperatif b.M.P dapat diklasifikasikan atas delapan tipe, yaitu (1) kalimat imperatif transitif, (2) kalimat imperatif intransitif, (3) kalimat imperatif aktif, (4) kalimat imperatif pasif, (5) kalimat imperatif permintaan, (6) kalimat imperatif ajakan, (7) kalimat imperatif tawaran, dan (8) kalimat imperatif larangan.

2.2    Modus Kalimat Pengungkap Makna Perintah
Makna perintah dapat diungkapkan dengan dua bentuk tuturan yaitu bentuk tuturan langsung dan tidak langsung. Pengungkapan makna perintah dengan bentuk makna langsung cenderung diutarakan dengan satu modus satu kalimat yaitu modus kalimat imperatif sedangkan pengungkapan makna perintah dengan bentuk makna tidak langsung cenderung diutarakan dengan dua modus kalimat imperatif dengan kajian struktural. Pengungkapan makna perintah yang diutarakan dengan modus kalimat deklaratif dan introgatif terkait dengan kajian pragmatik.
Alwi (1992:201) menyebutkan bahwa ketaklangsungan dalam menyatakan makna perintah itu ditandai oleh tidak hadirnya unsur  sintaksis dan unsur leksikal secara eksplisit, yang mengimplikasikan suatu gradasi kesantunan, sedangkan dalam tuturan langsung unsur sintaksis dan unsur leksikal yang menyatakan makna ‘perintah’ dinyatakan secara ekplisit.
Austin (1962:30) menyebutkan dalam tuturan lanagsung untuk memperhalus perintah menggunakan kata tolong, coba, silahkan, dan sejenisnya yang berfungsi sebagai adverbia  pada kalimat imperatif. Adverbia yang memodifikasi pada kalimat perintah disebut adverbia performatif. Sebaliknya dalam mengungkap makna tidak langsung diutarakan dengan kalimat deklaratif dan interogatif.
Menurut wijana tindak tutur tidak langsung dibagi menjadi menjadi dua yaitu tindak tutur tidak langsung literal dan tindak tutur tidak langsung tidak literal. Secara konvensional bentuk tindak tutur tidak langsung itu gunakan untuk mengganti bentuk-bentuk kebahasaan (dalam hal ini kalimat) yang berkenaan dengan penghalusan atau kesopanan dengan tujuan agar mitra tutur tidak begitu merasa bahwa dirinya diperintah yang secara sosiologis mungkin akan menyangkut masalah nilai sosiokultural masyarakat bahasa bersangkutan.

2.2.1        Pengungkapan Makna Perintah dengan Tindak Tutur Tidak Langsung
Pengungkapan makna perintah dengan tindak tutur tidak langsung adalah tindak tutur yang diungkapkan dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud pengungkapannya (Wijana, 19966:34). Tindak tutur tidak langsung dibagi menjadi dua bagian yaitu tindak tutur tidak langsung literal dan tindak tutur tidak langsung tidak literal yang sama-sama memiliki peluang dalam mengungapkan makna perintah.
1.         Pengungkapan Makna Perintah dengan Tindak Tutur Tidak Langsung Literal
Tindak tutur tidak langsung literal adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud yang hendak diutarakan tetapi mnakna kata-kata yang menyusunnya sesuai dengan apa yang dimaksud penutur. Dalam tindak tutur ini maksud memerintah diutarakan dengan kalimat deklaratif atau kalimat interogatif (wijana, 1996:34).
a.       Pengungkapan Makna Perintah dengan Tindak Tutur Tidak Langsung Literal dengan Modus Kalimat Deklaratif.
Penutur b.M.P dalam berinteraksi dengan mitra tuturnya kadangkala berusaha memilih bentuk tuturan yang dianggap sopan dan layak dan layak untuk diutarakan. Salah satu cara bertutur yang dianggap memenuhi kriteria adalah jenis tindak tutur tidak langsung literal yang diutarakan dengan menggunakan modus kalimat deklaratif.
Dilihat dari struktur sintaktiknya kalimat ini merupakan kalimat deklaratif yang mengandung makna dasar menginformasikan atau memberikan sesuatu kepada mitra tutur, tetapi dalam konteks ini kalimat deklaratif berfungsi sebagai perintah. Perhatikan contoh berikut ini.
(10)           Gulo abih lo wi
‘Gula juga habis wi’
Modus pengungkap makna perintah dapat diutarakan dengan tindak tutur tidak langsung  literal dengan menggunakan modus kalimat deklaratif.

b.      Pengungkapan Makna Perintah dengan Tindak Tutur Tidak Langsung Literal dengan Modus Kalimat Interogatif.
Pengungkapan makna perintah dapat pula diutarakan dengan tindak tutur tidak langsung literal dengan kalimat bermodus interogatif. Dilihat dari struktur sintaktiknya, kalimat ini merupakan kalimat interogatif  yang mengandung makna dasar bertanya, tetapi dalam hal ini kalimat interogatif  ini berfungsi menyatakan perintah. Perhatikan contoh berikut ini.
(11)           Ma kunci oto Ri
‘mana kunci mobil Eri
Berdasarkan contoh tersebut modus pengungkapan makna perintah dapat diutarakan dengan tindak tutur tidak langsung literal bermodus kalimat interogatif.

2.2.2        Pengungkapan Makna Perintah dengan Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal
Tindak tutur tidak langsung tidak literal adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat dan makna kalimat yang tidak sesuai dengan maksud tuturan yang hendak diutarakan. Sama halnya dengan pengungkapan tindak tutur tidak langsung yang literal, tindak tutur tidak langsung yang tidak literal juga dapat diutarakan dengan modus kalimat deklaratif dan modus kalimat interogatif.
a.    Pengungkapan makna perintah dengan tindak tutur tidak langsung tidak literal dengan modus kalimat deklaratif
Tindak tutur tidak langsung tidak literal dengan modus kalimat deklaratif adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat deklaratif, tetapi makna kalimatnya tidak sesuai dengam maksud penguataraannya. Perhatikan contoh berikut ini.
(12)           Barasiah bana lantai awak nyeh
‘Bersih benar lantai rumah kita’

b.      Pengungkapan Makna Perintah dengan Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal dengan Modus Kalimat Interogatif
Pengungkapan makna perintah dengan tindak tutur tidak langsung tidak literal dengan modus kalimat interogatif memiliki makna tuturan yang tidak sesuai dengan tuturan kalimat yang diutarakan. Perhatikanlah contoh berikut ini.
(13)           Ranca? Bana baju kau mah, indak ado nan lain nan ka (wa)?ang lakea? An lay?
‘cantik sekali baju kamu, apakah tidak ada pakaianmu selain itu?
Pengungkapan makna perintah dengan tindak tutur tidak langsung tidak literal dengan modus kalimat interogatif dipengaruhi oleh komponen-komponen tutur.  Komponen tutur yang sangat dominan adalah konteks tuturan. Artinya, modus pengungkapan makna perintah yang diutarakn dengan tindak tutur tidak langsung tidak literal  bermodus kalimat interogatif.

BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Kalimat imperatif b.M.P Berdasarkan konstituen pengisi fungsi P (verba)-nya yang didasarkan oleh kadar transitivitas verba atau ada tidaknya reaksi verba maka kalimat imperatif b.M.P dapat diklasifikasikan atas beberapa tipe yaitu (1) kalimat imperatif transitif, (2) kalimat imperatif intransitif, (3)  Kalimat imperatif aktif, (4) Kalimat Impertaif pasif.
Sedangkan, berdasarkan pemarkah-pemarkahnya kalimat imperatif yang dilandasi pada pemarkah afirmatif dan pemarkah negatif,  maka kalimat imperatif b.M.P dapat diklasifikasikan menjadi enam tipe, yaitu (1) kalimat imperatif transitif, (2) kalimat imperatif intransitif, (3) kalimat imperatif aktif, (4) kalimat imperatif pasif, (5) kalimat imperatif afirmatif, dan (6) kalimat imperatif negatif atau larangan.
Modus kalimat pengungkap makna perintah dalam b.M.P diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu (1) pengungkapan makna perintah dengan modus kalimat imperatif, (2) pengungkapan makna dengan modus kalimat deklaratif, dan (3) pengungkapan dengan modus kalimat interogatif. Pengungkapan masing-masing makna perintah itu sangat ditentukan oleh jenis tindak tutur yang digunakan. Pengungkapan makna perintah dengan modus kalimat imperatif disebut pengungkapan dengan tindak tutur langsung, sedangkan pengungkapan makna perintah dengan modus kalimat deklaratif dan introgatif disebut pengungkapan dengan tindak tutur tidak langsung.
3.2  Saran
Besar harapan dari penulis agar apa yang telah kami paparkan dalam makalah ini bisa bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca. Serta apa yang kami sajikan dapat dipergunakan untuk kepentingan yang positif sehingga berdampak baik bagi penulis maupun pembaca.



DAFTAR PUSTAKA

Noviatri. 2011. Kalimat Imperatif Bahasa Minangkabau. Padang: Minangkabau Press